Perjalanan ini kami lakukan pada saat Lebaran
September 2010 tahun lalu. Rute dari perjalanan ini adalah Denpasar - Malang – Blitar –
Kediri – Madiun – Gresik – Madura – Malang dan berakhir di Bali Lagi karena
kami memang tinggal di Bali. Selama perjalanan kami menemui hal-hal menarik
tetapi kami hanya akan membahas perjalanan kami ke Madura saja. Kami telah menyiapkan perjalanan ini dengan
mengumpulkan informasi mengenai tempat wisata di Blitar, Kediri, Nganjuk,
Trenggalek dan Madura di www.jawatimur.com
. Sebenarnya perjalanan ke Madura akan kami lakukan pada hari pertama tetapi
karena satu dan lain hal maka akhirnya kami lakukan pada hari terakhir. Rencana
awalnya adalah sehari sebelum Lebaran kami berangkat ke Madura dan menginap di
Pamekasan. Setelah sholat Ied kami melanjutkan perjalanan ke Sumenep dan dari
Sumenep kami melanjutkan perjalanan ke Bangkalan kemudian lanjut ke Madiun
sambil mengunjungi tempat wisata.
Ada 4 Kabupaten di Madura yaitu Bangkalan,
Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Perjalanan kami ke Madura dimulai dari Gresik
pada tanggal 14 September 2010. Jarak antar kabupaten adalah Bangkalan –
Sampang 56km, Sampang – Pamekasan 31km, Pamekasan – Sumenep 64km. Kami
meninggalkan Gresik pada pukul 08:30 pagi setelah bersilaturahmi di keluarga
kami. Cuaca sangat cerah dan jalan dari Gresik ke Surabaya masih lengang karena
masih suasana Lebaran. Untuk mengetahui situasi jalan di Madura kami
mendengarkan program Kelana Kota di radio Suara Surabaya gelombang 100.00 FM.
Kami mendapatkan berita bahwa terjadi kemacetan di pasar sebelum Blega tetepi
kami berpikir bahwa kemacetan akan berakhir sesampainya kami di sana.
Kami sampai di Bangkalan pada pukul 09:30 dan
langsung melanjutkan perjalanan menuju Sumenep Kabupaten paling ujung timur
Madura. Jalan utama yang kami lalui
lumayan halus bahkan kami sempat memacu kendaraan sampai kecepatan 90 Km/jam
tetapi yang membuat kami heran adalah jalan aspal yang berwarna putih. Kami
baru tahu bahwa warna putih tersebut dikarenakan campuran batu untuk mengaspal
adalah batu kapur. Sepanjang perjalanan di sisi kanan jalan dari Bangkalan ke
Pamekasan terdapat Asmaulhusnah yaitu 99 asma Allah.
Sebelum memasuki Kecamatan Blega ternyata
kemacetan tersebut kami alami juga yaitu adanya pasar tumpah. Kami harus
mengantri kurang lebih 30 menit karena kemacetan tersebut. Setelah melewati kemacetan kami memacu
kendaraan kami lagi dan suasana cukup lengang. Yang perlu di waspadai adalah
jalanan yang berlubang dan tidak adanya SPBU antara Bangkalan sampai Sampang.
Ciri khas dari pasar yang ada di Madura adalah semua pasar tersebut mepet ke
jalan raya sehingga pada hari biasa akan menimbulkan kemacetan juga.
Kami memasuki kota Sampang menjelang tengah
hari dan kami hanya lewat di jalan utamanya saja karena tujuan kami di Sampang
adalah Pantai Camplong. Sebelum memasuki pantai Camplong kami berhenti sejenak
di SPBU untuk ke kamar kecil. Pada saat kami masuk ke mobil Bapak saya mencium
bau busuk yang sangat menyengat dan kami tidak mengetahui bau apa itu.
Sesampainya di Pantai Camplong kami mendapatkan pemandangan pantai yang indah.
Sepanjang pantai para nelayan menambatkan perahunya yang beraneka warna membuat
pantai Camplong semakin hidup. Di pantai ini tidak seperti pantai yang landai
tetapi sangat curam. Beberapa keramba juga dibangun di sepanjang Pantai
Camplong sehingga memberikan kesan unik.
Puas melihat pemadangan Pantai Camplong kami
melanjutkan perjalanan ke Pamekasan dan kami sampai di sana sekitar pukul 12:30.
Kami langsung mencari tempat makan siang dan pilihan kami adalah Bebek Goreng
Pandan Wangi di Jl. Trunojoyo 86 Pamekasan. Kami penasaran dengan bebek goreng
khas Madura karena sepanjang jalan dari Bangkalan banyak warung-warung yang
menjual Bebek Goreng. Kami berpikir mungkin ini sama dengan di Lombok dimana
banyak warung-warung yang menjual Ayam Taliwang. Di restoran kami bertemu
dengan Pak Henry yang kebetulan sesama pembeli di restoran tersebut. Beliau
menjelaskan adat istiadat Madura sampai lokasi wisata di Sumenep. Beliau bilang
bahwa orang Madura tidak seperti yang digambarkan kebanyakan orang yaitu keras
tetapi sebenarnya mereka itu sopan, halus dan suka menolong. Kami lega dan senang
dengan penjelasan tersebut. Kami memesan bebek goreng untuk makan siang kami
dan ternyata yang unik adalah sambalnya yaitu rajangan mangga muda dicampur
dengan sambal. Pedas memang tetapi karena rasanya yang segar kami akhirnya
menghabiskan sambalnya. Ini mengingatkan sambal yang sama saat kami berada di
Makasar yaitu rajangan mangga muda. Yang mengejutkan adalah anak kami yang
pertama Riza sampai dia menambah porsinya. Hal yang sangat jarang terjadi
karena dia susah sekali makan
. Setelah kami makan siang kami melanjutkan
perjalanan menuju Sumenep setelah kami berputar-putar di kota Pamekasan.
Mendekati kota Sumenep banyak di jumpai
penjual Siwalan dan Legen dimana kami sempat membeli buah Siwalan tersebut. Memasuki
kota Sumenep waktu sudah menunjukkan pukul 14:30 dan kami memutuskan langsung
menuju ke Kraton Sumenep. Kami bertanya kepada orang di pinggir jalan arah ke
Kraton dan ternyata benar penjelasan Pak Henry. Begitu kami memarkir kendaraan
dan mendekati orang tersebut mereka sudah berdiri dan bahkan menghampiri sambil
bertanya “Mau kemana?” Mereka menjelaskan dengan dengan jelas dan sempat
mengajak ngobrol. Memang benar mereka jauh dari kesan kaku tetapi ramah, sopan
dan suka membantu.
Sesampainya di Kraton kami membeli tiket masuk
dan pertama kami masuk kraton melalui museum. Kami diantarkan oleh guide dari
kraton mengelilingi lokasi kraton. Puas mengelilingi kraton kami melanjutkan
perjalanan ke Asta Tinggi yaitu makam raja-raja Sumenep. Makam tersebut berada
di dataran tinggi sehingga apabila kita berdiri membelakangi Asta Tinggi kita
melihat kota Sumenep dan pemandangan laut dari ketinggian. Makam tersebut
dibagi menjadi 2 bagian yaitu makam untuk sesepuh dan makam untuk keturunan
generasi berikutnya.
Setelah dari Asta Tinggi perjalanan kami
lanjutkan ke Masjid Agung yang konon masjid tersebut dibangun pada tahun 1700an.
Ornamen masjid tersebut nampak unik pada pintu gerbang luar yang berbentuk
seperti benteng. Kami melakukan sholat di bagian dalam masjid walaupun bisa dilakukan
diluar. Ornamen di bagian dalam tidak kalah menariknya dengan adanya kaligrafi,
bentuk jendela masjid yang sangat besar, tiang yang besar dan adanya pedang
yang di tempatkan di atas mimbar.
Selesai sholat kami langsung menuju Kali Anget
yaitu pelabuhan paling ujung di Kabupaten Sumenep. Selama perjalanan kami
melintasi perumahan karyawan PT Garam Persero yang dicat warna orange.
Pemandangan ini sangat mencolok dan yang lebih menarik adalah pabrik/gudang
dari PT Garam tersebut juga dicat warna yang sama. Kami hanya mengambil
beberapa foto di sana dan menurut informasi bahwa jadwal kapal fery dari Kali
Anget menuju Pelabuhan Jangkar hanya berangkat
jam 20:00 dan sampai di sana pukul 24:00. Sedangkan dari Pelabuhan
Jangkar akan berangkat pukul 12:00 dan sampai di Kali Anget pukul 16:00.
Kami meninggalkan Kali Anget pukul 17:00
menuju Surabaya untuk melanjutkan perjalanan ke Malang. Kami kehilangan arah
ketika memasuki kota Sumenep dan lagi-lagi kami mendapat bantuan dari pemuda
yang kami tanyai di trafic light. Dia bahkan mengantarkan kami sampai di jalan
menuju ke luar kota. Sekali lagi benar apa yang dikatakan Pak Henri. Jalan
utama menuju Pamekasan sangat lengang setelah pukul 17:00 tidak seperti tadi
siang. Kami bahkan mampu memacu kendaraan sampai 110 km/jam.
Sesampainya di Pamekasan kami mampir di obyek
wisata Api Yang Tak Kunjung Padam. Kami sempat terlewat saat melewati jalan
masuk ke obyek tersebut dikarenakan tidak adanya tanda yang jelas dari arah
Sumenep tetapi ada penunjuk arah yang jelas apabila dari Bangkalan. Jalan
menuju obyek tersebut sangat gelap dan sepi ditambah lagi jalannya rusak. Kami
sempat kawatir dan berpikir kalo tempatnya sepi kami akan melihat api tersebut
dari dalam mobil dan berputar mengelilingi api tersebut. Sesampainya di lokasi
dugaan kami meleset ternyata ramainya seperti pasar malam. Banyak pengunjung,
pedagang dan penduduk setempat berada disekitar lokasi api. Kami sangat
terheran dan meyakini bahwa ini adalah salah satu dari kebesaran Allah karena
api muncul di mana-mana dari dalam tanah. Walaupun sudah dipagari api tetap
muncul di celah-celah pagar yang retak. Banyak pengunjung yang membakar jagung,
membakar daging ayam bahkan ada yang membawa panci untuk merebus telur, jagung
atau membuat mie. Kami tertarik untuk ikut membakar jagung dan kami membeli 6
buah dengan harga Rp. 5.000 di penjual jagung yang banyak terdapat di sekitar
lokasi. Kurang dari 5 menit ke enam jagung kami matang karena besarnya api.
Setelah menghabiskan semua jagung kami
berangkat menuju Surabaya dan melewati Jembatan Suramadu. Kami sempat
mencuri-curi kesempatan untuk berfoto dengan background jembatan di malam hari.
Jembatan tersebut sangat indah di malam hari karena dihiasi lampu yang berwarna
warni yang selalu berubah-ubah warnanya. Jalanan cukup lengang dan kami memacu
kendaraan sampai 130 Km/jam.
Setelah sampai di Surabaya kira-kira pukul
22:30 kami makan malam di daerah pasar Keputran dan sholat di masjid Al
Iklas. Setelah selesai sholat kami baru mengetahui ternyata bau busuk seperti
belerang yang kami cium waktu di Madura tadi siang berasal dari aki mobil kami
yang konsleting. Hal ini mengakibatkan air aki menjadi mendidih dan badan aki
sangat panas sekali. Setelah kami cek ke bengkel siaga kami disarankan untuk berjalan
pelan-pelan dan mengganti aki. Sayangnya mereka tidak memiliki stok aki. Akhirnya kami tetap mengendarai mobil kami
sampai ke Malang dengan kecepatan rata-rata 60 Km/Jam dan akhirnya kita
sampaidi Malang pukul 02:30 pagi.
Walaupun melelahkan perjalanan singkat kami ke
Madura sangatlah berkesan. Hal ini disebabkan karena alamnya yang indah dan
keramahan penduduknya. Suatu saat kami akan kembali mengunjungi pulau tersebut
karena masih banyak obyek wisata di Madura yang belum kami singgahi. Terima
kasih Madura..................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar