Minggu, 01 Februari 2015

Bergelut dengan Kemacetan menuju Yogyakarta



Kunjungan kami ke Jogja kali ini adalah yang ke sekian kalinya dan kami tidak pernah merasa bosan untuk kembali ke Jogja lagi dan lagi. Jogja, menurut saya memiliki daya tarik tersendiri karena budaya, history dan alamnya yang Indah.
Kami memulai perjalanan ke Jogja dari Madiun karena kami merayakan Lebaran dengan keluarga besar di Madiun. Kami melakukan perjalanan ini 2 hari setelah lebaran dan kami sadar bahwa jalan yang kami lalui akan padat. Belajar dari pengalaman kami waktu perjalanan ke Semarang tahun 2012 maka kami putuskan untuk berangkat pagi hari setelah shalat Subuh. Dugaan kami benar!! Jalan yang kami lalui masih lengang sehingga kita bisa memacu kendaraan sampai 100 KM/Jam. Kondisi ini juga kami alami ketika perjalanan kami dari Malang (Rumah Orang Tua kami) ke Madiun. Kami berkesimpulan bahwa ketika masa Lebaran sebaiknya berangkat pagi hari setelah atau sebelum waktu Subuh.  

Day 1, Madiun - Gua Pindul  
Madiun – Solo kami tempuh dalam waktu 2 jam dan begitu memasuki kota Solo lalu lintas mulai terasa padat. Kami putuskan untuk tidak masuk kota Solo tetapi kami melewati jalan raya Wonosari - Pakis - Daleman dan tembus di Delangu.  Begitu masuk ke Jalan Raya Solo Jogja di Delangu kami langsung tancap gas karena jalanan tidak padat untuk ukuran Lebaran. Memasuki kota Klaten kepadatan lalu lintas mulai terjadi dan kami akhirnya beristirahat untuk makan siang di sebuah rumah makan sekitar 1 jam.    

Tujuan awal kami adalah Candi Prambanan, Gua Pindul dan Pantai Indrayanti namun setelah sampai di depan Candi Prambanan kami berubah pikiran. Candi Prambanan dipenuhi pengunjung sehingga kami putuskan untuk langsung menuju Gua Pindul. Dari arah Solo didepan Candi Prambanan ada pertigaan dan  kami langsung belok kiri di pertigaan tersebut. Kami sudah set GPS kami dengan koordinat Gua Pindul. Jalan menuju Gua Pindul di Gunung Kidul awalnya lengang tetapi mendekati pertigaan Jl. Jogja – Wonosari kemancetan sepanjang kurang lebih 1 KM mulai terjadi karena ada traffic light.
Ini adalah awal dari penderitaan kami, begitu masuk ke jalan Jogja-Wonosari kami harus berjuang karena terjadi kemacetan yang sangat parah. Perjalanan 1 KM kami harus tempuh selama kurang lebih 1 jam. Kemacetan berkurang setelah keluar dari kota Wonosari dan GPS kami memandu ke Gua Pindul dengan jalanan yang lengang. Kami bertanya kepada penduduk di sekitar Gua Pindul hanya ingin memastikan GPS kami benar. Bapak yang kami tanya ternyata menawarkan untuk mengatar kami ke Gua Pindul tetapi dengan arah yang berbeda. Kami percaya saja karena dia adalah penduduk lokal dan sebelum berangkat dia bilang kalau kami akan diantarkan di secretariat.

Menjelang kawasan Gua Pindul kami melihat di kanan kiri jalan banyak terdapat tempat parkir dengan tulisan Gua Pindul dengan panah mengarah ke tempat tersebut. Akhirnya kami sampai di sebuah lahan Parkir dan kami menemui banyak pengunjung dengan pakaian basah. Kami diarahkan untuk mendaftar transport ke Gua Pindul dan akan diantar ke lokasi sekalian diberi Tube sebagai pelampung. Kami bersikeras bahwa kami tidak mau basah-basah dan tidak mau main Tubing. Kami hanya ingin diantar ke lokasi Gua Pindul dan tidak mau main Tubing. Hal ini dikarenakan kami tidak siap dengan baju ganti serta kami dari Bali dimana permainan Tubing juga ada di tempat kami.
Akhirnya pengantarnya mengerti maksud kami dan mengantarkan kami ke Gua Pindul. Kami akhirnya pindah tempat parkir kira-kira 300 meter dari tempat semula. Dari tempat Parkir atau jalan raya kami harus berjalan kira-kira 400 meter untuk sampe ke pintu masuk gua. Dan….My Goodness!!! Ternyata Gua Pindul ada di atas  sungai dan untuk memasuki Gua Pindul harus menggunakan Tube.  Setelah kami berfoto di depan pintu masuk Gua Pindul kami diantarkan untuk melihat pintu keluar Goa Pindul. Pemandu akan berjaga di depan mulut goa untuk mengarahkan tube para pengunjung agar berhenti dipinggir sungai. Sampai di situ pengunjung akan menaiki tangga ke atas untuk menuju kamar ganti.

Hari sudah menjelang sore dan kami kembali ke mobil kami dan melanjutkan perjalanan ke Pantai Indrayanti. GPS kami set kembali menuju Pantai Indrayanti dan ditengah perjalanan kami berhenti untuk Sholat. Setelah sholat kami menghitung jarak yang akan kami tempuh dibandingkan dengan waktu berdasar informasi di GPS. Kami kemungkinan tidak akan sampai ke Pantai Indrayanti dalam 1 jam dan akhirnya kita putuskan untuk berganti tujuan menuju Jogja untuk check in di hotel.     
 Perjalanan menuju Jogja juga tidak berbeda dengan perjalanan menuju Goa Pindul yang juga macet total. Kami memerlukan waktu 2 jam untuk sampai ke hotel kami yang terletak di Jl. Tegal Sari KM9 dari Goa Pindul. Hotel yang kami tempati sebenarnya bagus tetapi kebersihan dan maintenance yang kurang diperhatikan mengakibatkan hotel ini kelihatan tua.

Selesai mandi kami berangkat menuju Jalan Malioboro untuk mencari makan malam dengan harapan kami bisa menemukan Gudeg di warung lesehan.  Apa yang kami dapati ternyata sebaliknya bahkan kemacetan mulai kami alami dari depan hotel Melia Purosani. Kami putuskan untuk mencari makan di tempat lain dan setelah makan malam kami kembali ke hotel untuk beristirahat.

Day 2, Candi Prambanan - Taman Pintar - Pantai Parang Teritis - Solo 
Selesai makan pagi kami berangkat menuju Candi Prambanan sekitar pukul 08:00dan hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit dari hotel. Sampai di Candi Prambanan kami membeli tiket masuk di loket seharga Rp. 30.000/orang.
Setelah melewati pintu masuk anda akan melewati jalan menuju area candi dan diujung jalan sebelum memasuki area candi ada spot terbaik untuk berfoto. Jangan lewatkan untuk berfoto di spot ini karena anda akan mendapatkan background seluruh Candi Prambanan.
Candi Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi dan termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Candi Prambanan memiliki arsitektur bangunan  berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya.  Candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.   Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.

Berkeliling di komplek candi membuat kami kehausan dan tepat di samping pintu keluar berjajar penjual kelapa muda yang segar. Pengunjung bisa menikmati air kelapa muda dengan membayar Rp. 10.000/biji. Jalan menuju tempat parkir kendaraan akan melewati pusat oleh-oleh yang menjual berbagai macam cindera mata.
Dari tempat parkir Candi Prambanan kami  mengeset tujuan di GPS  menuju Taman Pintar dan kami kemudian meninggalkan Candi Prambanan. Kami mendapati perjalanan menuju Taman Pintar tergolong lancar dan hanya memerlukan waktu sekitar 1 jam untuk sampai di tujuan. Tempat parkir mobil di Taman Pintar adalah diseberang jalan dan bukan tepat di halaman Taman Pintar. Karena parkir mobil sudah penuh akhirnya kami memarkir mobil kami di alun-alun dan kami berjalan kaki menuju Taman Pintar yang berjarak kira-kira 300 meter. Sesampainya di Taman Pintar kami menjumpai antrian yang panjang di loket tiket masuk dan kami mau tidak mau harus ikut mengantri.     
Taman Pintar adalah wahana wisata yang memadukan tempat wisata rekreasi maupun edukasi dalam satu lokasi. Taman Pintar memiliki arena bermain sekaligus sarana edukasi yang terbagi dalam beberapa zona. Tempat rekreasi ini sangat direkomendasikan  untuk anak-anak usia sekolah.Di dalamnya banyak terdapat wahana pendidikanyang dilengkapi dengan teknologi interaktif digital serta pemetaan video yang akan memacu imajinasi anak serta ketertarikan mereka terhadap teknologi.

Kami makan siang di warung lesehan di jalan tempatnya lumayan bersih dengan harga murah.  Kembali kami set GPS kami menuju obyek wisata berikutnya Pantai Parangtritis. Mungkin sudah lebih dari lima belas tahun yang lalu kunjungan kami terakhir di pantai ini. Kondisi sekarang sangat berbeda jauh dengan kondisi dulu yang sepi dan belum banyak bangunan di sekitar pantai.
Pantai Parangtritis adalah pantai yang sangat tepat untuk menikmati sunset sambil berkeliling pantai menaiki ATV. Kami menyewa ATV dengan membayar Rp. 50.000 per 20 menit untuk kami gunakan berkeliling pantai dari ujung ke ujung.  Pilihan lain selain ATV adalah menaiki Bendi untuk berkeliling pantai. Bendi ini akan membawa pengunjung ke gugusan karang di ujung timur yang sangat indah. Kami berkesempatan pula bermain layang-layang yang kebetulan ada beberapa penjual layang-layang di pantai. Angin yang sangat kuat membuat layang-layang mudah untuk terbang.
Tanpa terasa matahari sudah terbenam dan kami pun menyempatkan untuk menjama’ sholat Maghrib dan Isya’  di masjid depan pantai. Ditengah perjalanan kami menjumpai banyak sekali rumah makan yang tutup padahal waktu baru menunjukkan pukul 18:30. Kami akhirnya mampir di salah satu rumah makan yang masih buka dan ternyata kami mendapatkan stok makanan mereka adalah yang terakhir.
Kami melanjutkan perjalanan kami menuju Solo yang sebenarnya bisa ditempuh dalam waktu 1.5-2 jam tetapi lagi-lagi kami mendapti jalanan yang macet mulai dari Parangtritis sampai Prambanan. Kami menghabiskan waktu 5 jam untuk sampai ke Solo dari Parangtritis dan begitu sampai di hotel kami langsung tidur setelah check in.

Kami menginap di Hotel Twin Star di Jalan Natuna No 4 Pasar Legi Solo. Ini merupakan hotel baru di Solo yang mempunyai arsitektur modern,  tempat parkir yang luas dan dekat dengan Kraton Solo. Kamarnya tergolong luas dan juga banyak power outlet sehingga memudahkan kita untuk men-charge gadget. Pagi harinya breakfast disiapkan di Breakfast Corner dekat lobby dengan pilihan Toast dengan Jam, butter, coffee dan tea. Hotel ini sangat kami rekomendasikan untuk travellers yang ke Solo mengingat lokasi yang strategis, tempat yang bnyaman dan rate yang reasonable.

Kami sengaja untuk sedikit makan pagi di hotel karena kami ingin mencoba Nasi Liwet kuliner khas Solo. Di samping Stadion Panahan Solo terdapat banyak penjual makanan termasuk Nasi Liwet.
Tujuan wisata pertama kami di Solo adalah Kraton Solo. Memasuki Kraton Solo akan melewati jalan yang rindang karena adanya pohon beringin yang besar di samping jalan. Kraton Solo disebut juga dengan Karaton Surakarta Hadiningrat adalah istana resmi Kasunanan Surakarta. Keraton ini didirikan pada tahun 1744 oleh Susuhunan Pakubuwana II sebagai pengganti  Keraton Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan 1743. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan Kesultanan Mataram oleh Susuhunan Pakubuwana II kepada VOC pada tahun 1749. Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta.
 



Keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal Sri Sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kerajaan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan  museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kasunanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, kereta dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan contoh arsitektur istana Jawa tradisional yang terbaik.  Namun disayangkan semua peninggalan tersebut tidak terawat dan berdebu padahal peninggalan tersebut bernilai tinggi.

Di seberang keraton Solo terdapat Pasar Klewer yaitu pasar garment yang sangat besar di Solo. Kami melanjutkan kunjungan kami dengan berbelanja oleh-oleh. Kebetulan setiap saya pergi saya selalu memebeli kaos I LOVE.... Yang harus di ingat adalah ketika membeli kaos di Pasar Klewer ukuran kaosnya lebih kecil dari standardnya. Saya membeli kaos ukuran L tetapi ternyata lebih kecil dari ukuran L pada umumnya.
Kami merasa kurang berwisata di Solo karena hanya satu hari dan kami akan kebali di kota ini suatu hari nanti. Kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke Gresik sebelum ke pulang ke Bali dengan mengeset GPS kami. GPS yang kami gunakan adalah Wase, keuntungan menggunakan aplikasi ini adalah kami bisa melihat kondisi lalulintas yang akan kami lalui.  Tampak warna merah antara Solo sampai Ngawi sehingga kami putuskan untuk lewat Tawangmangu yang tidak ada notifikasi macet. Jalan yang kami lalui memang benar tanpa hambatan dan lancar sampai di Maospati dan Ngawi. Terdapat jalan baru yang leih landai sebelum masuk Tawangmangu tepatnya setelah pos tiket.
Selain menggunakan GPS kami juga mengikuti berita terupdate dari Page E100 Radio Suara Surabaya yang terus memberikan kondisi lalu lintas terkini. Ini sangat membantu kami menentukan jalan yang akan kami lewati. Sebagai misal ketika sampai di Ngawi kami membaca di page bahwa terjadi kemacetan di sekitar Caruban sampai Nganjuk dan ketika kami cocokkan dengan GPS kami ternyata benar. Terima Kasih banyak E100...

Mengetahui kondisi tersebut kami akhirnya mengubah jalur yaitu melewati  Bojonegoro dan langsung ke Gresik. Jalan yang kami lalui sangat sepi dan lancar tetapi ada beberapa kilometer jalan di hutan Padangan jalannya rusak.
Kami memang kehabisan waktu ketika berangkat menuju Jogja tetapi banyak hal menarik lain yang kami alami bagaimana menyelesaikan masalah kemacetan, memilih jalur alternatif dan mendapatkan informasi.  Setiap perjalanan akan memiliki cerita masing-masing...

2 komentar:

  1. Koq ngk ada pic nya yah ? Hehehehe

    BalasHapus
  2. Sudah Puang Nana..maaf telat jawab. fotonya gak banyak ya tapi membantu lah

    BalasHapus